MIQAT MAKANI DALAM IBADAH HAJI
Pertanyaan Dari:
Drs. Zen Amiruddin, M.Si., Ketua Majlis Tarjih PDM Kota Blitar
(disidangkan pada Jum’at, 12 Rabiul Akhir 1429 H / 18 April 2008 M)
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Dengan ini kami sampaikan untuk pengasuh Tanya Jawab Agama, yakni kami ingin penjelasan seputar miqat makani ibadah haji. Di kalangan orang Muhammadiyun masih simpang siur tentang miqat makani bagi jamaah haji Indonesia gelombang II, yaitu di King Abdul Aziz ataukah di Qarnul Manazil, karena tidak mungkin melewati Yalamlam lagi.
Memperhatikan:
-
Buku Tuntunan Manasik Haji yang diedarkan oleh Majelis Tarjih ternyata Bandara King Abdul Aziz bisa menjadi miqat makani jamaah haji Indonesia gelombang II.
-
Para Ulama Muhammadiyah banyak yang menfatwakan mereka supaya mengambil miqat di pesawat terbang pada posisi Qarnul Manazil (atau sebelumnya) padahal di Suara Muhammadiyah pernah ada terbitan menguraikan secara geografis bahwa pesawat tersebut lewat tidak tepat di atasnya.
-
Hadis Nabi saw dari Aisyah riwayat al-Bukhari tentang miqat Tan’im.
Maka timbul masalah:
Pertama, kalau miqat di Qarnul Manazil itu dipakai, tentunya berdasarkan ilmu kira-kira, bahkan dikira-kira sebelum sampai di tempat perkiraan itu, padahal Rasulullah saw shalat dua rakaat di tanah miqat. Apakah ada contoh dari Rasulullah saw beramal seperti itu, terutama berihlal dan shalat dua rakaat sebelum sampai di miqat, baik qauliyah, fi’liyah maupun taqririyah? Kalau ada berarti sunnah, tetapi kalau tidak ada tentunya bid’ah, sebabالأصل فى العبادة التوقيف والاتباع . Paling ringan pendapat ulama fiqh bahwa mengambil miqat sebelumnya adalah makruh.
Kedua, hadits riwayat Aisyah secara lafziyah jelas dia sudah masuk kota Makkah tetapi belum umrah, maka seandainya Bandara King Abdul Aziz itu dianggap sebagai tanah yang sudah masuk miqat atau miqat yang tidak jelas, mengapa tidak hadis riwayat Aisyah ini yang dijadikan tuntunan? Kalau hadis ini ada illatnya, apakah illatnya itu jelas atau samar?
Ketiga, dari tiga latar belakang tersebut, ditinjau dari thariqatul-tarjih apakah tidak lebih bagus mengamalkan hadis riwayat Aisyah tersebut?
Demikian mohon tanggapan semoga jamaah Muhammadiyun dan simpatisannya selamat seperti harapan kita bersama.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Jawaban: